Message
Title : Message
Author : Shinfujita
Main cast : Mimi and Lee Jinki
Support cast : Key and others:)
Genre : romance – little bit
Length : Oneshot
1.679 words
Rating : General
A/N : Sorry for my simple story. Haha. Yea. FF ini simple -.- meski nanti ada ribetnya. Tapi pengen aja buat oneshot seperti ini, dan kebetulan…Ceritanya diambil langsung dari pengalaman pribadi. Hohoho :v tapi masih ada perbedaan tempat dan waktu dan juga cast yang di pake. Meski ini real story tapi gak sepeunuhnya kisah nyata ya, realnya cuman 70% inget tuh :3
Mohon kritik dan sarannya ^^
Happy Reading!
¶♥Story line by Shin Fujita…♥¶
“Cepetan dong!”
“Iya! Ih bawel!”
“Kelamaan tuh!”
“Iya! Gak tahu lagi gregetan!”
Telingaku mulai panas. Setiap gerakan selalu di omeli oleh lelaki berambut hitam pekat ini. Ya, dia tidak bisa diam melihatku menekan layar touchscreen yang ku pegang dengan gemetaran. Gemetaran? Hah! Gimana tidak? Sesuatu yang kuketik ini sangat mengguncang jasmani dan rohani.
“Mana! Sini biar aku yang ngetik!”
“Eh! Eh! Jangan Key!” Key, lelaki yang memakai seragam sama denganku itu berusaha menjangkau handphone tadi. Sial, dia lebih kuat dariku dan itu sudah pasti. Dan lebih sialnya, benda berbentuk persegi panjang itu telah diraihnya dan tangan nakalnya mulai menari diatas layar tersebut. Terkutuklah kau Key! Kujamin rambutmu tidak akan menempel di kepalamu dan aku ingin sekali…Ishh..Membunuhmu.
“Please Key! Biar aku yang melakukannya sendiri!” Aku merebut kasar ponsel malang yang telah terombang ambing oleh tangan tak bertanggung jawab tadi. Sungguh malang ponsel pemberian appa, jika lelaki feminim ini sempat merusaknya, bukan hanya botak tapi aku akan mencabut semua bulu hidungya!
“Dasar! Cewek memang ribet. Nulis SMS aja sampe gregetan gitu. Paling apa susahnya sih, honey? Cuma empat sampai enam kata saja sudah selesai. Ini? Sudah lima menit, tapi satu katapun belum di tulis. Payah!”
Key meringsut agak jauh dariku dan mulai memainkan ponselnya sendiri. Baiklah, si Key benar, sangat benar. Aku memang ribet, untuk menulis SMS saja perlu waktu sekian lama. Yah, malah aku lebih rempong dan menyusahkan kebanding sahabatku itu. Payah? Benar juga, aku adalah perempuan payah sangat payah hingga setiap pagi selalu merutuki betapa bodohnya aku. Demi sebuah SMS. Haha.
“Ini kau yang ketik? Bagus juga,” Kibum sedikit menoleh dan tersenyum sekilas. Tangannya mengayun seperti menyuruhku untuk melanjutkan kerjaannya tadi. Lumayan, jika Kibum mengetiknya entah kenapa semua pesan dan perasaanku komplit tersusun rapih dalam tulisan di ketiknya.
“Baiklah akan kukirim.”
Pending message…..…Sent!
“Haahh…Leganya. Kau tahu, ini lebih tegang dari pada menunggu hasil kelulusan tahun kemarin!”
“Ck! Anyway, sudah yakin SMS-nya gak bakal salah kirim?”
Eh? Segera aku mengambil ponsel tadinya terbaring diatas meja setelah selesai mengirim pesan tadi. Eh!Eh! Kenapa rada aneh gini ya? Kenapa perasaanku jadi tidak enak?
Aku pun menekan tulisan ‘pesan telah terkirim’ pada layar ponsel dengan penasaran. Melihat hasil karya Key tertera di layar dan itu cukup melegakan karena kalimatnya tidak ada yang aneh, sesuai permintaan.
“Bagaimana?”
“Bagaimana apanya?”
“Pesannya! Aish! Kau ini! Biar aku cek!” Lagi-lagi Key merebutnya. Mata rubah itu sebelumnya tampak biasa, namun beberapa detik kemudian muncul perubahan ekspresi Key yang drastis. Kedua mata sipit itu sukses terbuka lebar seraya melemparkan ponsel tadi dan untung saja refleks aku menangkapnya.
“Kau dalam masalah besar! Sangat besar!”
“Apa?”
“Lihat kecerobohanmu!” Kecerobohanku? Apa? Buru-buru aku memeriksanya kembali. Dan ketika lirikan mataku terjatuh pada alamat di kirim….Nama seseorang yang tak asing lagi bagiku dan kukenal pastinya…INI!
“AKU SALAH KIRIM! EOTTOKHAE?!”
“Maaf ya, kali ini aku tidak bisa membantumu. Kau perlu tunggu pintu neraka di sana terbuka, dan nikmatilah kejutannya. Bye!”
SIAL! SIALAN KEY! Lalu SMS ini mau di apakan?
Drrt!Drrt! Mampus! Ponselku berdering bertandakan ada pesan yang masuk. Haha. Aku tidak yakin akan hidup setelah ini.
Dengan keberanian menciut, aku membuka pesannya.
Apa? Kau serius? Baiklah! – itu balasannya dan tunggulah aku akan mengambil tali siap untuk gantung diri karena kebodohanku!
“GILA!! SIAL INI GILA! NYAWAKU AKAN HABIS!”
Klek!
Oh, itu dia, pintu neraka benar-benar terbuka. Aku tak sanggup melihat tubuh tinggi yang sering berbalut jas hitam itu. Oh tidak! Tidak! Bahkan bulan ini aku belum gajian, mana bisa setelah ini aku akan di pecat oleh bos? Bos? Yea! Itu bosku! Bos tempat aku bekerja di café ini. Dia keluar dari ruangannya. Dan sialnya mata sipit si bos langsung menembak mata si rakyat jelata sepertiku. Mampus, wajahnya langsung memerah. Kalian tahu, bosku kulitnya sangat putih seputih susu,dan sekarang bos yang terkenal dengan kegalakan itu melangkahkan kakinya lebar-lebar dengan amuk kemarahan kearah bawahannya yang sedang duduk meringkuk kebawah seperti maling ketahuan basah sama orang sekampung.
Bos mendekat. Sang malaikat maut telah berdiri disamping tubuhku yang gemetaran. Bukan hanya gemetaran tapi tulang-tulang ini rasanya mulai bergetar dan sebentar lagi akan terlepas dari sendinya lalu..lalu…Aku lemes dong? Ya! Lemas! Tidak bisa bernapas. Baiklah ini terlalu berlebihan, yang kubutuhkan adalah asupan oksigen secukupnya dan mendongak. Melihat wajah merah padam si Bos.
“B-bos?”
“Neo…” Suara Bos seperti menusuk tanpa ampun tulang rusukku. Aku benar-benar terinjak dalam kebodohanku sendiri.
“Bos! Kumohon jangan pecat aku! Aku bahkan belum gajian dibulan ini dan yang lebih parahnya aku belum sampai 2 bulan bekerja di café ini! Uang kuliahku saja belum lunas, belum lagi kebutuhan makan dan kuliahku. Eomma tidak mampu membiayaiku Bos! Kumohon Bos, ampuni kesalahanku. Aku tidak akan mengula-“
“Selama ini aku menjauhimu?”
EH?
“-langinya lagi. Mwo!?”
“Jawab aku! Apa selama ini aku menjauhimu?”
Ini makin aneh, wajah si Bos seperti ingin mendapatkan pencerahan. Ini kenapa? Kenapa si Bos kelihatan lebih panik dari pada aku?
“Kau ingin berhenti bekerja?”
“Maksud Bo-“
“AKU SUDAH BERLARI KEARAHMU! KENAPA KAU BELUM MENGERTI?!”
“Mengerti? U-untuk apa?”
Bos berambut blonde kecoklatan itu mendesah berat. Peluh keringat telah mengguyur pelipisnya. Dan lihat! Dia kelihatan gugup! Hahaha aku ingin tertawa tapi sayang waktunya tidak tepat -_-
“Hah…lihat ini. Kau bilang, menyuruhku keluar dan mengatakan semuanya, bukan?” Mataku mengerjap dengan kecepatan 100km/jam. Bos memamerkan ponselnya eh! Bukan, maksudku Bos memperlihatkan SMS yang ku kirim tadi. Bos menatapku lekat tapi tetap saja mataku tidak bisa berhenti mengerjap meskipun kecepatannya berkurang secepat siput berlari. Gimana tidak? Tiba-tiba saja wajah lelaki berumur 25 tahun itu mendekatkan wajahnya padaku, menatapku sangat dalam membuat tangan yang sedang memegang ponsel ini bergetar hebat.
“Pesan ini untukku bukan?”
“Ah, itu..itu,” kenapa sulit untuk mengatakan yang sebenarnya? Aish! Baboya!
“Aku yakin kau yang mengirimnya untukku.”
APA?!
“Bos! Sebenarnya pesan itu-“
“Maaf jika selama ini aku mengabaikanmu. Bukan berarti tidak peduli, karena inilah aku, hanya bisa duduk terpaku dalam ruangan itu sambil memikirkan perasaan yang selama ini kian hari kian mengembang. Anyway, thanks for your sweet short message.”
Sweet short message? Kalimat itu terus berputar di kepalaku. Sweet? Apa manisnya? Perasaan aku melumpahkan segala umpatan penuh capslock itu malah dibilang manis? Dan apa ini? Dimana letak kesadaran Bos setelah meminta maaf untuk pertama kalinya kepada bawahannya? Kepalaku seperti terbentur tembok dan pusing tujuh keliling. Mengingat apa yang kuketik ketika mengirim SMS tadi, akhirnya aku membaca isi SMS ku sendiri di ponsel Bos.
Ya! Nappeun namja! Kamu tidak tahu selama ini aku hampir gila karena akhir-akhir ini kamu menjauhiku? Rasanya aku tak sanggup lagi bekerja, otakku hanya memikirkan namamu, chagi. Chagiya…Jangan bohongi perasaanmu lagi, eoh? Jangan menyimpan perasaanmu lagi, aku sudah tahu! Pokoknya aku tidak mau tahu, BUKA PINTUMU DAN LANGSUNG DATANG PADAKU! ARRASEO?!
Terkirim pukul 16. 53 KST
Pengirim Mimi
Dikirim ke 662xxxx – (My Bos – Lee Jinki)
Faktanya adalah SMS ini sebenarnya akan kukirim kepada namjachinguku, tapi sekarang? Bolehkah kedua mataku mencelos jatuh keluar dan organ bernama jantung ini meledak berkeping-keping? Yea ini berlebihan tapi lihatlah….Lee Jinki. Bos tempatku bekerja telah salah paham.
Satu yang kutahui sekarang ini…
Ternyata Bos memendam rasa padaku!
Lee Jinki, rupanya selama ini menyukaiku!
Eh tunggu! LEE JINKI MENYUKAIKU? WHAT!?
Keheningan menertai kami berdua. Ya, aku tidak tahu sudah berapa lama kami bertatapan memendam diam seperti ini. Membiarkan puluhan pasang mata menikmati adegan – adegan yang kami buat yang sebenarnya hiburan belaka bagi mereka. Tidak mempedulikan bagaimana pandangan para pelayan atau bahkan Key sekarang ini membelalak sambil menutup mulutnya. Aku lebih terarah pada kedua mata sipit Bosku, ehm Lee Jinki. Sipit, tapi tatapannya runcing seakan berusaha memancing perhatianku. Tangannya kulihat menahan kursi kududuki. Mencondongkan badan, dan berharap bibirku bergerak untuk membalas tubian penjelasannya.
“Bos yakin… “ Oh tidak tahu! Air liurku seakan disedot habis-habisan! Kenapa ini? Kenapa malah aku jadi gugup.
Tapi sayangnya ya, belum sempat menyelesaikan kalimat bodohku, bibir Bos malah melengkung dengan khidmat. Seakan ia sedang melihat bidadari nyasar di cafenya. Hei, apa cuma perasaanku saja? Namun tatapan Bos tak bisa di bohongi, begitu juga dengan senyum yang entah kenapa baru kusadari senyuman itu, lumayan, ani! Sangat menawan! Dan ya ampun! Aku juga baru menyadari kalau wajah Bosku agak, tidak! Sangat tampan. Kulitnya putih bersih, hidung lumayan mancung dan bertubuh sedang tapi tegap. Istimenya, dia mempunyai sisi dingin namun menyimpan kesan charismatic dan cute. Oke, aku akui Bos, kau tampan.
“menyukaimu?” Jinki, eh Bos melanjutkan kalimatku. Benar, pertanyaannya adalah ‘Bos yakin menyukaiku? Dan aku langsung mengangguk mengiyakan.
“Kencanlah denganku!”
“Eh?!”
“Mau tidak?”
Gila! SADAR BOS! SADAR!
“Ta-tapi Bos saya sebenarnya sudah…”
“Besok pukul tiga sore di depan café ini. Aku menunggumu. Mengerti? Eum?” wajahnya makin mendekat, melihat wajahku mati tegang dengan puas. Tersenyum lagi. Dan rasanya seluruh permukaan tubuhku tersengat listrik. Sesuatu yang belum pernah ku rasakan, meski bersama kekasihku. Tangannya mencengkram kepalan tanganku, erat, tapi hangat. Berusaha menyalurkan apa arti ‘cinta’ itu biar masuk kedalam pembuluh darahku dan membuatku mati gila akan debaran jantung. Dan rangsangan tadi mengalir begitu cepat hingga sampai ke otak. Entahlah pusat rangsangannya tertuju pada otak atau sumsum tulang belakang. Secara kepalaku mengangguk secara refleks. REFLEK!S OKE! Ini bukanlah usul dari otakku, karena ini adalah gerakan refleks! Yang berpikir bukan otak, tapi sumsum tulang belakangku. Oh konyol, lebih konyolnya perlahan bibirku bergerak, tak tahan menahan senyum yang selama ini kusembunyikan di balik rasa syok namun tersirat rasa bahagia ini.
“Iya, bos.”
Dan Jinki pun mengacak rambutku. Senyumnya belum pudar menjelang tubuhnya berbalik, melenggang keruangan kerjanya. Tanpa kusadari pengunjung café bersorak riuh sesampai kepergian Jinki. Aku menoleh kiri-kanan. Ini ada apa? Saat menoleh itulah aku dapat menatap Key. Pria itu duduk tidak jauh dari ku sekitar 5 meter. Ia menggeleng kepala dan membuat raut keras di wajah mulusnya. Kuperhatikan lelaki itu lagi, dan betapa terkejutnya aku menatap arah jempolnya menunjuk ke ambang pintu masuk café.
“Tidak mungkin….”
Sosok tinggi memekai kaus putih merk Guess yang dilapisi kemeja kotak-kotak bewarna biru berdiri di sana. Buah kemejanya sengaja tak terpasang, memampangkan merk Guess tepat di dada bidangnya. Kaki jenjangnya menggunakan jeans hitam, serta sepatu sport. Dan aku sangat hafal style ini.
“Mimi?”
“Chagiya?”
Siapa lagi? Kalau bukan Choi Minho. Kekasihku.
END